Penyidik Boleh Sita Tanpa Izin Lembaga Peradilan Seandainya Mendesak


Jakarta, CNN Indonesia

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah dibahas Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah Sekarang mengizinkan penyitaan dilakukan tanpa izin ketua Lembaga Peradilan negeri (PN) dalam keadaan mendesak.

Syarat itu tertuang dalam Pasal 112A dan disepakati dalam rapat lanjutan Panja RKUHAP antara Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej.

“Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua Lembaga Peradilan negeri (PN) hanya atas benda bergerak dan untuk itu paling lama 5 hari kerja Harus meminta persetujuan kepada ketua PN,” demikian bunyi ayat (1) Pasal 112A.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eddy menjelaskan, lewat ayat tersebut, penyidik artinya boleh melayangkan izin setelah penyitaan dilakukan, maksimal Sampai sekarang lima hari.

Sementara, syarat keadaan mendesak diatur dalam ayat (2), Dengan kata lain letak geografis yang susah dijangkau; tertangkap tangan; tersangka berpotensi merusak bukti; benda atau aset mudah dipindahkan; situasi lain Sesuai ketentuan penilaian penyidik.





Kemudian, ayat ketiga atau terakhir Pasal 112A mengatur tentang izin yang Dianjurkan diberikan ketua Lembaga Peradilan.

“Ketua PN paling lama 2 hari terhitung sejak penyidik meminta persetujuan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Harus mengeluarkan penetapan persetujuan atau penolakan”.

“Oke sepakat teman-taman?” ujar Ketua Komisi III Habiburokhman meminta persetujuan peserta rapat.

Apalagi, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati alat perekam dalam proses pemeriksaan tersangka atau terdakwa oleh aparat aparat kepolisian dalam RKUHAP.

Syarat itu tertuang dalam Pasal 31 ayat 2. 

“Supaya aparatnya enggak Dituding sewenang-wenang Bahkan, Ia enggak gebukin, wah ini gebukin padahal enggak ada buktinya, kalau sama-sama bisa akses CCTV kan enak. Bagaimana? Terpercaya? Ketok ya,” ujar Habiburokhman dalam rapat lanjutan pembahasan RKUHAP di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu (12/11).

Pasal 31 ayat 2 tersebut berbunyi, “pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas selama pemeriksaan berlangsung”.

Kemudian ayat 4 mengatur penggunaan rekaman digunakan untuk kepentingan pembelaan terhadap tersangka dan terdakwa.

Wamenkum Eddy Hiariej menyetujui usulan pasal tersebut. Ia menilai penggunaan rekaman diperlukan sebagai pengawas untuk Menyajikan keadilan baik bagi penyidik, pelapor, dan terlapor.

“Pemerintah setuju pak, karena dengan penggunaan kamera pengawas ini yang secara berimbang baik kepada pelapor dan terlapor itu bisa diberikan, Pak,” kata Eddy.

(thr/isn)



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version