Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyebut penerimaan Retribusi Negara di Indonesia menjadi yang terendah di Asean.
Secara historis kata mereka, penerimaan rendah itu membatasi kemampuan pemerintah untuk membiayai program prioritas.
Hal itu mereka ungkap dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024, yang dirilis November 2024. OECD memandang rasio Retribusi Negara Indonesia Dianjurkan terus ditingkatkan.
Mereka menyatakan sebagian besar penerimaan Retribusi Negara Indonesia Saat ini Bahkan masih bertumpu dari Retribusi Negara penghasilan badan (PPh badan), serta Retribusi Negara atas barang dan jasa (PPN).
“Sebagaimana disampaikan dalam Economic Surveys OECD terdahulu dan oleh IMF, strategi pendapatan jangka menengah Nanti akan Membantu peningkatan rasio Retribusi Negara terhadap PDB. Reformasi lebih lanjut atas PPN, cukai, Retribusi Negara penghasilan, dan Retribusi Negara properti serta jaminan sosial Dianjurkan menjadi perhatian utama,” bunyi laporan OECD.
Untuk mengatasi masalah itu, OECD Menyajikan beberapa saran kepada pemerintah Indonesia.
Berikut rinciannya.
PPN
Terkait PPN, laporan OECD menilai Usaha dengan omzet kurang dari US$300 ribu masih dibebaskan dari PPN. Ambang batas ini lebih tinggi daripada di kebanyakan negara OECD, serta jauh lebih tinggi dari ambang batas Thailand dan Filipina, yang hanya sekitar US$50 ribu,
“Penurunan ambang batas PPN, serta pengurangan jumlah sektor yang tidak dikenakan PPN, Nanti akan Memanfaatkan penerimaan PPN dari sektor-sektor yang baru maupun yang Pernah terjadi dikenakan,” imbuh tim OECD.
Retribusi Negara lain atas barang
Selanjutnya, Retribusi Negara lain atas barang Bahkan dinilai rendah. Total pungutan cukai di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain.
Tim menyarankan ada peluang yang menguntungkan bagi lingkungan maupun Retribusi Negara terkait polusi di Indonesia. Peluang penerimaan Retribusi Negara itu Merupakan dengan menaikkan cukai BBM dan mengurangi Bantuan Pemerintah BBM.
Ada Bahkan Retribusi Negara Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang menyasar rumah tangga kaya. Sayangnya, perhitungannya dinilai OECD rumit dan menyebabkan pelaporan Retribusi Negara yang tidak semestinya.
“Pengenaan Retribusi Negara atas kepemilikan Kendaraan Pribadi, bukan atas pembelian Kendaraan Pribadi, dapat menurunkan risiko pelaporan yang tidak lengkap,” ungkap laporan itu.
Hal lain, tim OECD Bahkan memandang cukai rokok Dianjurkan dinaikkan demi peningkatan pendapatan dan capaian kesehatan. Sebab, merokok masih menjadi tantangan kesehatan yang amat besar di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.
PPh Orang Pribadi
OECD menilai ambang batas PPh orang pribadi terlalu tinggi. Penghasilan tidak kena Retribusi Negara Disebut juga sebesar Rp54 juta setara 65 persen dari PDB per kapita, lalu golongan Retribusi Negara 25 persen dimulai dari pendapatan di atas Rp250 juta.
“Hasilnya, kelas menengah yang Dalam proses tumbuh sebagian besarnya tidak terkena PPh orang pribadi,” katanya.
OECD mencatat pada 2017 hanya 10 persen dari Sangat dianjurkan Retribusi Negara yang aktif membayar PPh orang pribadi, sementara rata-rata negara ASEAN Pernah terjadi di angka 15 persen.
Saran OECD, lapisan pertama PPh orang pribadi Dianjurkan dibekukan sehingga turun secara riil. Sementara, ambang batas yang lebih tinggi Dianjurkan diturunkan nilainya.
“Pendapatan pemerintah Bahkan dapat ditingkatkan dengan memastikan kepatuhan Retribusi Negara dan menanggulangi penghindaran Retribusi Negara di kalangan masyarakat berpenghasilan tinggi,” tulis OECD.
PPh Badan
Pemerintah menetapkan tarif PPh Badan ditetapkan sebesar 22 persen atau sejalan dengan rata-rata internasional sekitar 21 persen.
Ketimbang menaikkan tarif PPh Badan, OECD menilai Indonesia punya ruang untuk Memperjelas basis Retribusi Negara dengan mereformasi dan mempersempit rezim tarif presumtif bagi usaha kecil, dan dengan menghapuskan insentif Retribusi Negara atau
membuatnya lebih Ekonomis.
Indonesia Bahkan Dianjurkan memastikan insentif pajaknya tetap sesuai dengan perjanjian Retribusi Negara Minimum Global.
Retribusi Negara properti
Sejak 2012, Retribusi Negara bumi dan bangunan (PBB) sebagian besar diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) sejalan dengan praktik internasional.
Sekalipun tarif PPB Indonesia sebesar 0,3 persen dari PDB dinilai tergolong rendah dibandingkan rata-rata ASEAN, di mana tarif PBB Merupakan 0,5 persen dari nilai appraisal.
Ditambah lagi dengan, OECD Bahkan menilai penegakan hukum Retribusi Negara yang lebih tegas Dianjurkan dilakukan. Sebab, penghindaran Retribusi Negara masih kerap dilakukan
perusahaan besar dan individu berpenghasilan tinggi.
“Sekalipun peningkatan kapasitas perpajakan Bahkan diperlukan Bila ambang batas pengecualian diturunkan untuk perusahaan kecil dan individu kelas menengah (terutama untuk PPN dan PPh orang pribadi), sebagaimana dijelaskan di atas,” tulis OECD.
OECD menyebut Kepala Negara Prabowo Subianto mengisyaratkan perbaikan lebih lanjut Merupakan prioritas. Hal ini terutama Nanti akan melibatkan upaya-upaya Teknologi Digital dan penggunaan data pihak ketiga.
(pta/agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA