Bisnis  

Manufaktur Lesu karena Kelas Menengah Perkotaan Layu


Jakarta, CNN Indonesia

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai permintaan kelas menengah di perkotaan yang melambat turut mempengaruhi pelemahan PMI manufaktur Indonesia Juli 2024.

“Permintaan kelas menengah khususnya di perkotaan melambat, karena berbagai tekanan naiknya harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan perumahan serta tingginya suku bunga pinjaman,” kata Bhima, seperti dikutip dari ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Sesuai ketentuan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi 1,4 Skor secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 49,3 dari 50,7 pada Juni.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bhima menuturkan permintaan kelas menengah yang melambat terlihat dari angka non-performing loan (NPL) atau kredit macet Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang naik ke 2,72 persen per April 2024 dibanding April 2023 yang sebesar 2,64 persen.

Kemudian, penjualan wholesales (pabrik ke dealer) Kendaraan Pribadi nasional turun 21 persen year on year (yoy) pada periode Januari-Mei 2024.

Menurut Ia, kondisi melambatnya permintaan kelas menengah mengakibatkan permintaan industri tergerus, apalagi momentum kenaikan musiman konsumsi rumah tangga baru menunggu libur panjang Natal dan tahun baru.

“Jadi pelaku usaha Bahkan antisipasi dengan mengurangi pembelian bahan baku,” ujarnya.

Selain menurunnya permintaan kelas menengah, faktor lain yang Bahkan menjadi kontribusi utama terhadap pelemahan PMI manufaktur, yaitu inkonsistensi kebijakan Produk Impor barang jadi khususnya aturan Menenangkan Produk Impor sehingga menyebabkan persaingan industri di dalam negeri makin ketat dengan barang Produk Impor.

“Jadi kondisinya permintaan Tengah lambat, ditambah Bencana Banjir barang Produk Impor. Ya itu sebabkan industri tertekan sekali,” tuturnya.

(Antara/vws)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version