Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjamin iuran BPJS Kesehatan tidak Berencana naik, paling tidak sampai dengan pertengahan tahun 2026.
Jaminan ia berikan terkait kondisi ekonomi Di waktu ini yang masih belum begitu bagus. Ia mengatakan meski data BPS, ekonomi kuartal II 2025 kemarin melaju 5,12 persen, itu belum membuatnya ingin iuran BPJS Kesehatan dinaikkan.
“Sampai tahun depan, paling tidak pertengahan 2026, iuran BPJS belum naik. Kalau Ingin otak atik iuran, lihat ekonomi dulu, bagus atau tidak. Kalau belum jangan dulu, kalau Sudah baru,” katanya di Kantor Kementerian Keuangan Kamis (23/10) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besaran iuran BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Kepala Negara Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Negara Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan terbagi dalam 3 kelas.
Berikut rincian iurannya:
Kelas I: Rp150 ribu per orang per bulan
Kelas II: Rp100 ribu per orang per bulan
Kelas III: Rp42 ribu per orang per bulan (peserta membayar Rp35 ribu, sisanya Rp7.000 disubsidi pemerintah)
Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah Sudah ancang-ancang Berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan secara bertahap pada 2026 mendatang.
“Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan Harus disusun secara komprehensif untuk menyeimbangkan kewajiban antara 3 pilar utama (Pendanaan JKN), iuran penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap,” demikian dikutip dari Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026.
“Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” lanjut pemerintah.
Buku menyebut bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan secara bertahap dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Dalam buku, pemerintah Bahkan menjelaskan sejatinya kondisi kesehatan aset Dana Jaminan Nasional Kesehatan Sampai sekarang akhir 2025 masih diperkirakan terkendali. Meski demikian, ada risiko penurunan kondisi keuangan yang Harus dimitigasi.
Penurunan antara lain dipicu beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan Program JKN. Dari sisi peserta misalnya, tantangan muncul dari tingginya jumlah peserta nonaktif, terutama dari golongan Peserta Bukan Penerima Upah.
Selain nonaktif ada banyak tunggakan iuran. Dalam buku, pemerintah Bahkan menjelaskan lesunya ekonomi dan banyaknya Pemecatan Karyawan Bahkan berpotensi menimbulkan masalah bagi JKN.
“Pemecatan Karyawan massal dapat mengurangi jumlah peserta Pekerja Penerima Upah sehingga berpotensi Mengoptimalkan peserta nonaktif,” kata buku itu.
Tantangan lain datang dari efektifitas penerimaan iuran. Rendahnya kepatuhan membayar mempengaruhi arus kas BPJS Kesehatan sebagai pelaksana Program JKN.
(skt/agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA
