Australia Akan segera menjadi negara pertama di dunia yang memberlakukan pelarangan akses media sosial untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun, berlaku mulai 10 Desember 2025. Hal ini dilakukan pemerintah setempat untuk melindungi remaja dari aksi perundungan, konten berbahaya, dan algoritma yang adiktif.
Lebih dari satu juta anak di bawah 16 tahun Akan segera kehilangan akun media sosial mereka. Pemerintah nantinya Akan segera mengumpulkan data selama dua tahun setelah larangan ini diberlakukan untuk menilai manfaat dan konsekuensi yang muncul.
Muncul pro dan kontra setelah keputusan ini dibuat. Ahli kesehatan mental berpendapat kebijakan ini dapat menjadi ‘bumerang’ bagi kondisi kesehatan mental anak remaja. Terlebih, aturan ini dibuat tepat sebelum liburan panjang Natal dan Tahun Baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini dianggap dapat mempersulit proses transisi yang Akan segera dialami oleh remaja-remaja Australia, terlebih media sosial Sebelumnya menjadi bagian besar dalam proses sosialisasi mereka. Dampaknya Akan segera lebih besar pada kelompok minoritas, yang sangat bergantung pada internet untuk terhubung dengan kelompok yang sama.
“Kalau kamu Pada Di waktu ini sedang berada di sekolah, Akan segera ada banyak percakapan dan obrolan seputar kebijakan ini. Itu menjadi pengalaman bersama,” ucap kepala bidang kepemimpinan layanan kesehatan jiwa remaja Headspace, Nicola Palfrey, dikutip dari Reuters, Senin (8/12/2025).
“Bila kamu punya banyak waktu luang dan terjebak dalam pikiran sendiri, Bila kamu merasa cemas, khawatir, atau sedih, waktu sendirian dengan pikiran itu bukan hal yang ideal. Orang-orang seperti inilah yang mulai merasa khawatir,” sambungnya.
Tidak ada studi kuantitatif yang menunjukkan berapa banyak anak Australia di bawah usia 16 tahun menggunakan media sosial untuk mengakses layanan kesehatan mental. Sekalipun, survei dari ReachOut tahun 2024 menunjukkan 72 persen orang usia 16-25 tahun menggunakan media sosial untuk mencari saran kesehatan mental dan hampir separuh menggunakannya untuk mendapatkan bantuan profesional.
Semenjak rencana aturan ini muncul, beberapa tempat layanan kesehatan mental justru bersiap-siap menghadapi lonjakan kasus tak terduga yang Mungkin muncul. Salah satunya layanan telepon dan daring daring bernama Kids Helpline.
Pada tahun ini, mereka mempersiapkan 16 konselor tambahan untuk mengantisipasi lonjakan rujukan akibat larangan ini.
“Stres terkait sekolah biasanya berkurang saat liburan, tetapi “dengan anak muda yang Mungkin tidak bisa berkomunikasi satu sama lain melalui platform tersebut, hal itu justru bisa Mengoptimalkan kecemasan,” kata Kepala Layanan Virtual Kids Helpline, Tony FitzGerald.
“Kami Akan segera memastikan kami punya cukup sumber daya konseling untuk Mendukung lonjakan itu,” tandasnya.
Halaman 2 dari 2
(avk/kna)
Sumber Refrensi Berita: Detik.com
