Ahli Respons Pembatasan Usia Pengguna Media Sosial, Sorot Literasi Digital


Jakarta, CNN Indonesia

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menggodok aturan pembatasan media sosial (Media Sosial) untuk pengguna di bawah umur. Apa kata Ahli soal wacana ini?

Pengamat Kearifan Lokal dan Komunikasi Digital UI Firman Kurniawan mengatakan Wajib ada penyesuaian ketika ingin menerapkan aturan serupa di Indonesia. Salah satu masalahnya Merupakan kondisi literasi digital Tanah Air yang masih rendah.

“Dalam konteks lokal, literasi [digital] kita kan masih lebih rendah dibanding negara lain, sehingga ketika mencontoh persis negara lain Bisa jadi menjadi tidak tepat,” ujar Firman kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/2).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Firman mencontohkan skenario ketika pembatasan usia untuk mendaftar sosial media dengan tanggung jawab pengawasan pada orang tua. Skenario ini memiliki celah ketika masyarakat yang menjadi orang tua minim literasi digital.

Alhasil, para orang tua tidak mengerti bagian mana atau bagaimana mereka melakukan pengawasan terhadap putra-putrinya.

Menurut Firman, pemerintah sebaiknya membuat peraturan penggunaan media sosial untuk berbagai kelompok usia. Peraturan ini, katanya, Wajib mendorong kontribusi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, orang tua, guru, komunitas, Sampai saat ini platform.

Platform sebagai penyedia layanan, ujar Firman, punya tanggung jawab yang paling besar, sehingga aturan pembatasan media sosial harusnya menyasar ke platform.

Teknologi untuk memfilter konten yang tidak sesuai dengan usia atau kelompok tertentu harusnya bisa diterapkan untuk menghadirkan lingkungan media sosial yang sehat.

“Facebook, Instagram, X itu kan tadinya sebuah perangkat untuk berinteraksi, sebuah produk digital, yang untuk ke depannya penting buat peradaban digital. Ketika ada penyimpangan penggunaan, ada konten-konten yang buruk, maka pengembang platform dengan teknologi yang mereka miliki Wajib bisa memfilter,” tutur Firman.

Setiap platform digital memiliki aturan masing-masing terkait pembatasan usia dan mekanisme untuk memfilter pengguna. Sekalipun, tantangannya Merupakan bagaimana penegakkan aturan usia tersebut.

Pasalnya, pengguna di bawah umur bisa saja memalsukan identitas, mendaftar akun dengan diwakili orang lain, atau berbagai Tips lain untuk mengakali sistem ini.

Dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) Di waktu ini, kata Firman, platform harusnya bisa melakukan penyaringan atau filter yang lebih canggih untuk menegakkan aturan batas usia.

Disebut Bahkan, aturan yang tengah digodok pemerintah Wajib mendorong platform digital mengeluarkan usaha Unggul dan teknologi mereka untuk memastikan tidak ada celah pengguna di bawah umur mengakali pembatasan di platform.

Tak hanya pengguna usia anak

Firman menyebut literasi digital di Indonesia masih cukup rendah di berbagai kelompok usia, sehingga aturan penggunaan media sosial harusnya bisa melindungi seluruh kelompok.

Ia mencontohkan bagaimana pengguna usia dewasa Kemungkinan korban sextortion, atau pemerasan seksual, sebagai imbas dari aktivitas mereka di media sosial.

“Orang disuruh foto dengan pakaian yang minim, kemudian di ancam kalau tidak menuruti sesuatu kemudian Nanti akan disebarkan fotonya. Itu kan bukan anak-anak, itu orang dewasa, tetapi literasinya kurang,” jelasnya.

Sebagai perangkat Kearifan Lokal, kata Firman, media sosial memiliki sisi baik dan sisi buruk, dan hal yang dibutuhkan untuk membuat perangkat ini bermanfaat Merupakan panduan penggunaan yang menyoroti sisi baiknya.

Ia membandingkan perkembangan media sosial dengan Kearifan Lokal tulis. Abjad yang merupakan akar Kearifan Lokal tulis sempat mengalami penolakan dari banyak filsuf dengan berbagai alasan, mulai dari membuat ingatan orang menjadi pendek Sampai saat ini kekhawatiran abjad digunakan untuk ajaran-ajaran buruk.

“Ini sama dengan media sosial Bahkan seperti itu. Tapi kemudian ketika Ia [budaya tulis] diajarkan dengan baik, dengan Tips yang benar, bagaimana membuat tulisan yang indah, bagaimana menyampaikan nilai-nilai yang diwariskan kepada generasi yang berbeda, abjad menjadi teknologi yang eksis sampai hari ini,” pungkas Firman.

Ortu Wajib patuh

Psikolog anak dan remaja Mira Amir menilai, soal efektif atau tidak aturan pembatasan, Kenyataannya penekanannya ada pada orang tua. Orang tua merupakan pihak pertama yang memperkenalkan anak pada gawai, lalu masuk ke media sosial.

“Jadi ini nanti subjek aturannya memang anak-anak, tapi anak di bawah supervisi orang tua. [Aturan] Kenyataannya buat orang tua, termasuk pihak sekolah, guru. Anak belum bisa disebut entitas yang tunggal, masih di bawah pengawasan orang tua,” kata Mira saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Ia mengamati, banyak orang tua susah mematuhi aturan yang berkaitan dengan anak. Menonton di bioskop, misal, orang tua tetap saja membawa anak menonton Sinema di bioskop, padahal Sinema tidak sesuai dengan usia anak.

Mira menambahkan, terlepas dari efektif atau tidaknya aturan itu nanti, Ia tetap Membantu aturan tersebut. Sekalipun, platform yang termasuk media sosial Wajib diperjelas, apalagi anak sekolah kadang diminta untuk mengunggah tugas mereka di platform digital.

Sementara itu, orang tua jelas punya peran penting Bila memang nantinya pembatasan usia pengguna Media Sosial diterapkan. Sekalipun, lanjut Mira, di sini aturan Kenyataannya bisa dibuat masif Sampai saat ini jadi sebuah gerakan.

Tak hanya orang tua yang ambil peran. Tapi, lanjut Mira, Bahkan orang dewasa di sekitar anak.

“Misal, daerah bebas gawai untuk anak-anak, lalu ada social reinforcer, enggak cuma orang tua tapi orang dewasa di sekitar anak yang menegur. Di bandara, lihat ada anak yang pakai gawai, ditegur. Ini jadi seperti perilaku nasional yang disahkan pemerintah,” ujarnya.




Kala Anak Menyapa ‘Hai Guys!’ (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

(lom/els/dmi)




Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version