Jakarta, CNN Indonesia —
Bulan September dapat menjadi waktu Unggul untuk melihat aurora di langit malam. Hal ini berkat perubahan kemiringan Bumi yang menyebabkan aktivitas geomagnetik yang lebih intens di sekitar ekuinoks.
Ekuinoks merupakan Trend Populer ketika Matahari tepat terbit dari timur dan tenggelam di Barat.
Ekuinoks terjadi dua kali dalam setahun, pertama pada Maret ketika Kutub Utara mulai condong ke arah Matahari. Kedua, ekuinoks terjadi pada September saat Kutub Selatan mulai condong ke arah Matahari.
Trend Populer ekuinoks tahun ini Akan segera terjadi pada 22 September. Selama Trend Populer itu Bahkan Akan segera terjadi badai geomagnet yang lebih kuat dari biasanya, dan dapat memunculkan musim aurora yang singkat.
Hal ini disebabkan oleh sesuatu yang disebut Efek Russell-McPherron, yang menjelaskan mengapa periode ekuinoks sering kali cenderung memiliki tampilan aurora yang paling berwarna.
Sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 1973 menyatakan bahwa aurora secara konsisten muncul lebih teratur selama bulan Maret dan September, berkat medan magnet Bumi dan angin Matahari yang sejajar secara singkat.
Angin Matahari Merupakan aliran partikel bermuatan dari Matahari, yang tiba-tiba meningkat setelah terjadinya jilatan api Matahari dan lontaran massa korona (CME) – semburan radiasi dan materi matahari yang kuat. Aktivitas magnetik pada Matahari memiliki siklus yang berlangsung selama 11 tahun.
Mengutip Live Science, Senin (9/9), siklus ini Akan segera mencapai puncaknya Di waktu ini. Justru, bukan berarti musim aurora Sebelumnya dekat.
Aurora terjadi ketika partikel bermuatan dalam angin Matahari memasuki medan magnet Bumi dan menabrak molekul oksigen dan nitrogen di atmosfer. Hal ini merangsang molekul-molekul tersebut, sehingga menyebabkan mereka memancarkan cahaya dengan warna-warna cerah.
Sekalipun medan magnet Bumi dan angin Matahari biasanya tidak sejajar, berkat efek Russell-McPherron, kutub-kutub magnet Bumi dimiringkan selama ekuinoks untuk menerima partikel bermuatan dengan lebih mudah.
Karena medan magnet yang mengarah ke selatan di dalam angin Matahari meniadakan medan magnet yang mengarah ke utara Bumi, retakan-retakan terbuka di magnetosfer Bumi, menyebabkan angin matahari mengalir di sepanjang garis-garis medan magnet dengan lebih mudah.
Selama ekuinoks bulan September, 12 jam kegelapan mengikuti 12 jam siang hari. Jadi, selain peluang yang lebih besar untuk menampilkan aurora yang intens, ada Bahkan peluang yang lebih besar untuk melihatnya di langit.
Bisakah aurora terlihat di Indonesia?
Aurora bisanya memang terjadi di bagian utara Bumi. Trend Populer tersebut hanya dapat dinikmati di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Australia.
Guru Besar Astronomi di Institut Teknologi Bandung (ITB) Dhani Herdiwijaya mengatakan dalam sejarahnya aurora pernah terlihat di negara Asia, contohnya Jepang. Saat itu, aurora terlihatusai badai Matahari terkuat pada 1859.
“Untuk kenampakan aurora, Mengikuti sejarahnya bisa sampai ke Jepang (lintang 20-an derajat), yaitu pada saat badai Matahari terkuat yang tercatat tanggal 1-2 September 1859,” ungkap Dhani, dalam keterangan yang diunggah oleh akun Instagram Observatorium Bosscha.
Ditambah lagi, menurut Dhani bisa saja aurora terlihat dari negara-negara di wilayah khatulistiwa seperti Indonesia. Justru demikian, ia menyebut ada risiko besar yang bakal mengikutinya.
“Tidak tertutup kemungkinan bisa sampai ekuator, asalkan badainya lebih kuat dari badai tahun 1859,” kata Ilmuwan Fisika Matahari ini.
“Tapi Bila itu terjadi di era Hari Ini, boleh dipastikan Akan segera terjadi kiamat satelit/kiamat internet, artinya lebih dari 80 persen satelit Akan segera mati,” lanjut Ia.
Trend Populer badai matahari 1859 yang dimaksudnya Merupakan Gelombang Besar antariksa terbesar yang tercatat sejauh ini.
Pada Agustus 1859, para astronom takjub menyaksikan penambahan jumlah bintik di piringan Matahari. Di antara para ilmuwan ini ada Richard Carrington, pengamat langit amatir di sebuah kota kecil bernama Redhill, dekat London, Inggris.
1 September 1859, Carrington dibutakan oleh kilatan cahaya yang tiba-tiba saat membuat sketsa bintik Matahari. Ia menggambarkannya sebagai “suar cahaya putih.” Trend Populer itu berlangsung sekitar 5 menit.
Suar tersebut kemudian diketahui sebagai Lontaran Massa Korona (Coronal Mass Ejection/CME). Dalam waktu 17,6 jam, CME melintasi lebih 150 juta kilometer antara Matahari dan Bumi dan melepaskan kekuatannya ke Bumi.
Sehari setelah Carrington mengamati suar tersebut, Bumi mengalami badai geomagnetik yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang memicu kekacauan sistem telegraf dan pemandangan aurora di daerah tropis yang tidak lazim terjadi.
Trend Populer ini pun tercatat sebagai Badai Matahari paling dahsyat sejauh ini.
(tim/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA