Jakarta, CNN Indonesia —
Puluhan ribu orang menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Ibu Kota Ankara, Turki, pada Minggu (14/9) menuntut pengunduran diri Pemimpin Negara Recep Tayyip Erdogan.
Unjuk Rasa ini menyusul keputusan Lembaga Peradilan yang disebut Nanti akan membatalkan hasil kongres partai oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) pada tahun 2023, atas dugaan pembelian suara dan penyimpangan prosedural partai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam Unjuk Rasa tersebut, para pengunjuk rasa membawa bendera Turki dan spanduk partai, sambil meneriakkan tuntutan pengunduran diri Erdogan.
Pemimpin Partai CHP, Ozgur Ozel, mengatakan pemerintah Erdogan berupaya mempertahankan kekuasaannya dengan merusak norma-norma demokrasi dan ikut campur dalam peradilan.
Ozel Bahkan menuduh Erdogan berupaya menekan perbedaan pendapat, menyusul kemenangan oposisi dalam pemilihan lokal selama setahun terakhir. Ozel pun menyerukan pemilihan umum digelar lebih Unggul, dari yang semula dijadwalkan pada 2028 mendatang.
Sejauh ini, pemerintah Turki Sebelumnya menangkap lebih dari 500 orang, termasuk 17 wali kota selama setahun terakhir di Istanbul dan kota lain, yang dipimpin oleh wakil dari CHP. Menurut Reuters, sebagian besar ditangkap dengan tuduhan Penyuapan.
“Kasus ini politis. Tuduhannya fitnah. Rekan-rekan kami tidak bersalah. Apa yang Dalam proses dilakukan Merupakan kudeta, kudeta terhadap Pemimpin Negara mendatang. Kami Nanti akan melawan, kami Nanti akan melawan, kami Nanti akan melawan,” kata Ozel dalam orasinya di hadapan massa demonstran.
Salah satu pemimpin CHP yang ditangkap Merupakan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, pada Maret lalu. Penangkapan Imamoglu memicu Keluhan Masyarakat terbesar di negara itu dalam satu dekade, di mana ratusan ribu orang turun ke jalan.
Dalam surat yang dikirim dari penjara dan dibacakan dengan lantang di hadapan para demonstran, Imamoglu menulis bahwa pemerintah berupaya menentukan hasil Pemilihan Umum berikutnya dengan menyingkirkan pesaing yang sah.
Imamoglu Bahkan menuduh pemerintah merusak demokrasi melalui tindakan peradilan yang bermotif politik, dan upaya lainnya yang bertujuan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Pemerintah Erdogan sejauh ini Sebelumnya menegaskan bahwa lembaga peradilan itu independen dan menyangkal adanya motif politik apa pun.
(dna)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA