Masyarakat adat yang mendiami Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papbar Daya yaitu empat sub-suku Gemna, Afsya, Nakna, serta Yaben tengah menanti pengesahan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat oleh pemerintahan baru.
Verifikasi objek dan subjek terhadap wilayah hutan adat Distrik Konda Pernah dilakukan pada Oktober 2024, menandai langkah penting dalam pengakuan hak kelola masyarakat adat atas hutan mereka.
Di tengah proses pengesahan SK, Konservasi Indonesia (KI) bersama akademisi dari Universitas Papua (UNIPA), dan komunitas lokal pemantauan burung (birdwatching) menginisiasi program peningkatan kapasitas masyarakat lokal. Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, 6-8 Februari 2025 ini, diikuti oleh perwakilan kaum muda dari empat sub-suku di Distrik Konda tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
South Sorong Field Coodinator Konservasi Indonesia, Raimer Helweldery menjelaskan, pelatihan ini Menyediakan pemahaman mendalam kepada masyarakat adat mengenai pentingnya memahami metode pengambilan data dan pemantauan keanekaragaman hayati di lapangan, sekaligus Mengoptimalkan keterampilan teknis masyarakat dalam menggunakan alat-alat pendukung untuk memantau burung, kupu-kupu, dan hewan melata.
“Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam menciptakan generasi muda Distrik Konda yang memiliki keahlian dalam bidang konservasi. Pembekalan kapasitas berupa pengetahuan dasar mengenai keanekaragaman hayati, survei, dan monitoring dari data-data yang diambil ini tidak Cuma ingin mengetahui jenis spesies yang ada di hutan, Sekalipun Bahkan sebagai Trik untuk Mengoptimalkan semangat masyarakat adat dalam memahami kekayaan yang dimiliki alamnya,” ujar Raimer, dalam keterangan yang diterima, Minggu (9/2).
Selama pelaksanaan aktivitas ini, Raimer menjelaskan, fasilitator ahli dari KI, UNIPA, dan komunitas pemantau burung menerapkan pendekatan partisipatif, dengan kegiatan praktik langsung di lapangan, diskusi kelompok, serta simulasi pengambilan data dengan GPS dan camera trap Dikenal sebagai kamera yang dilengkapi sensor gerak atau infra merah.
Penggunaan metode dan pendampingan terhadap masyarakat adat ini, imbuh Raimer, bertujuan untuk mengembangkan kapasitas mereka Supaya bisa mampu mengelola hutan secara mandiri setelah pengesahan SK.
“Generasi muda yang mengikuti pelatihan ini diharapkan menjadi Kendaraan Bermotor Roda Dua penggerak sebagai tim patroli dan monitoring dalam perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan hutan adat mereka,” jelasnya.
“Semakin meningkatnya kapasitas masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan hutan, Distrik Konda bisa berpotensi menjadi contoh Berhasil dalam pelestarian lingkungan berbasis masyarakat,” sambungnya.
Dosen Program Studi Biologi UNIPA, Keliopas Krey, yang menjadi fasilitator pada survei herpetofauna atau pengidentifikasian dan pendeskripsian jenis amfibi dan reptil menilai antusiasme peserta dalam pelatihan ini sangat tinggi, mereka tidak hanya aktif dalam kegiatan pengamatan dan identifikasi spesies, tetapi Bahkan turut serta dalam pencatatan data dengan metode sederhana.
Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan semangat masyarakat adat dalam menjaga hutan semakin meningkat.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA