Bisnis  

Mampukah Bea Masuk 200 Persen Bentengi RI dari Bencana Banjir Produk China?

Kementerian Perdagangan (Kemendag) berwacana mengenakan bea masuk Sampai saat ini 200 persen untuk barang-barang Perdagangan Masuk Negeri asal China. Langkah itu untuk meredam Bencana Banjir Sebanyaknya barang Perdagangan Masuk Negeri dari China, terutama tekstil dan garmen.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas mengungkap Syarat ini Merupakan ujung dari Pertempuran dagang antara China dengan negara-negara barat yang menolak barang Perdagangan Masuk Negeri China.

“Maka satu hari dua hari ini, mudah-mudahan Pernah selesai permendagnya. Bila Pernah selesai maka dikenakan apa yang kita sebut sebagai bea masuk, kita pakai tarif sebagai jalan keluar untuk perlindungan atas barang-barang yang deras masuk ke sini,” jelas Zulhas di Bandung, Jabar, Jumat (28/6) silam, melansir Antara.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Besaran bea masuk yang bakal dikenakan Pernah terjadi diputuskan antara 100 persen-200 persen dari harga barang.

“Saya katakan kepada teman-teman Jangan ragu, Jangan ragu Amerika bisa mengenakan tarif terhadap keramik, terhadap pakaian sampai dengan 200 persen, kita Bahkan bisa Ini Supaya bisa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah industri kita bisa tumbuh dan berkembang,” ujarnya.

Zulhas menegaskan permendag ini merupakan respons atas regulasi-regulasi sebelumnya tentang perdagangan dan perlindungan industri lokal yang belum memuaskan bagi semua pihak.

Wacana ini pun Pernah dibahas dengan Pemimpin Negara Joko Widodo (Jokowi) dan Sebanyaknya menteri bidang ekonomi dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan pada Selasa (2/7) silam.

Hal itu diungkap oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat ditemui usai rapat tersebut.

“Itu (bea masuk 200 persen) bagian dari pembahasan. Nanti dua minggu lagi kita laporkan,” ujarnya.

Sayangnya, saat itu Agus belum bisa merinci lebih detail terkait pembicaraan di kalangan kementerian soal rencana pemberlakuan bea masuk 200 persen tersebut.

Gelombang kritik atas wacana itu pun datang dari pihak importir. Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mempertanyakan tujuan Pada dasarnya dari pengenaan bea masuk tambahan itu.

Bila untuk memproteksi produk dalam negeri, ia menyindir sekalian saja pemerintah melarang Perdagangan Masuk Negeri barang-barang made in China ketimbang mengenakan bea masuk tambahan Sampai saat ini 200 persen.

“Ngapain Harus dikenakan 200 persen? Larang aja sekalian. Daripada dikenakan 200 persen terus ternyata nanti barang itu campur sama produk ilegal yang melalui penyelundupan,” ujar Subandi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/7).

“Karena biasanya kalau ada barang kena bea masuk atau kena Retribusi Negara mahal, maka Pernah Tak perlu ditanyakan lagi ada Trik untuk justru menyuburkan atau merangsang orang untuk melakukan penyelundupan kan?” imbuhnya.

Subandi mengingatkan Supaya bisa pemerintah tidak membuat para pelaku usaha terombang-ambing dengan regulasi baru. Pasalnya, itu membuat pengusaha bingung karena tidak ada kepastian. Pemerintah justru seharusnya menciptakan ketenangan berusaha dan menciptakan kepastian berusaha.

Lantas, mampukah bea masuk 200 persen bisa membentengi RI dari Bencana Banjir produk China?

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat pengenaan bea masuk tambahan semacam bea masuk anti-dumping (BMAD) menjadi langkah yang baik Bila diperkuat kajian untuk pengenaan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Hal ini, katanya, Supaya bisa dasar pengenaannya jelas dan memang bermanfaat bagi industri dalam negeri.

“Penerapan bea masuk tambahan ini saya rasa bisa efektif Bila pengenaan tarifnya sesuai. Bila terlalu rendah, ya memang tidak efektif. Tapi kalau tarifnya sesuai, saya rasa Akan segera efektif,” ujar Nailul kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/7).

Menurutnya, pemerintah hanya Harus mengkaji untuk penetapan berapa tarif yang efektif dan bisa membuat produk dalam negeri Mungkin bersaing secara harga.

“Apakah 50 atau 100 atau 200 persen? Itu Harus ada tahapan penuh kehati-hatian yang saya rasa Harus dilakukan oleh pemerintah,” imbuhnya.

Nailul menjelaskan ada kelebihan pasokan di pasar domestik China imbas turunnya permintaan domestik yang membuat pemerintahannya Menyajikan Bantuan Pemerintah bagi produk yang siap diekspor oleh pelaku usaha di sana. Bagi pemerintah China, kata Ia, strategi tersebut dapat mengurangi excess supply yang dapat mengakibatkan industri dalam negeri China bisa tumbang.

Sejatinya, praktik ini bukan hanya terjadi di industri tekstil dan produk tekstil (TPT), tetapi Bahkan di berbagai macam industri dan produk diberikan insentif Produk Ekspor tersebut.

“Maka dari itu, sampai Indonesia barang TPT dari China bisa sangat Ekonomis. Pada tahun 2021 misalkan, ada kenaikan Perdagangan Masuk Negeri tekstil Indonesia dari China Sampai saat ini 47 persen. Pada Pada akhirnya, barang tekstil dalam negeri dikuasai oleh produk dari China,” jelas Nailul.

Ditambah lagi, kata Ia, ada peraturan terbaru yang merelaksasi aturan Perdagangan Masuk Negeri yang menyebabkan barang Perdagangan Masuk Negeri masuk dengan lebih mudah. Akibatnya, produsen dalam negeri Harus bersaing secara harga dengan produk Perdagangan Masuk Negeri tersebut.

“Harga yang terbentuk di dalam negeri Bahkan ada biaya non produksi yang cukup banyak, seperti izin dan pungutan liar. Jadi udah ditekan biaya tinggi dari dalam negeri, Harus bersaing dengan produk Ekonomis China lagi, ya sekarat,” tegas Nailul.

Bersambung ke halaman berikutnya…



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA