Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan MA (MA) untuk menjatuhkan Hukuman terhadap salah seorang hakim agung di tingkat kasasi yang menangani perkara pembunuhan dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31).
Mengikuti informasi dan pemeriksaan yang Sebelumnya dilakukan, KY meyakini hakim yang tidak diungkap namanya tersebut Sebelumnya melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Proses penanganan laporan tersebut Sebelumnya selesai diproses oleh KY dan KY Sebelumnya menjadwalkan memeriksa pihak-pihak terkait untuk memperoleh bukti-bukti yang menguatkan adanya pelanggaran kode etik,” ujar Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (20/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dilakukan pleno, ini Sebelumnya dilakukan KY, di mana KY Sebelumnya mengambil keputusan yang mengusulkan penjatuhan Hukuman untuk ditindaklanjuti MA,” imbuhnya.
Mukti bilang KY tidak bisa menyampaikan identitas hakim tersebut karena hal kesopanan atau etika. Kata Ia, hal tersebut Nanti akan disampaikan secara jelas kepada publik lewat sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
“Tidak etis lah menyampaikan kepada publik, kecuali Bisa jadi MKH. Kalau MKH itu nantinya Nanti akan digelar satu forum, sidang terbuka, itu Nanti akan boleh diketahui publik,” kata Mukti.
Majelis hakim kasasi MA membatalkan putusan Lembaga Peradilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur selaku terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29). MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana lima tahun penjara.
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Soesilo mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion atau DO dari dua hakim agung lain yang secara tegas menyatakan Ronald Tannur bersalah dan Harus dijatuhi hukuman pidana.
“Konstruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaan penuntut umum dihubungkan dengan alat bukti dan maka muncul konklusi ataupun kesimpulan bahwa terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum sehingga putusan judex facti (majelis hakim PN Surabaya) yang membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum Sebelumnya tepat,” kata Soesilo dalam pernyataan DO dimaksud.
MA tak temukan pelanggaran etik
Sementara itu, pada November tahun lalu, MA menyatakan tiga hakim agung yang memeriksa perkara Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
“Dari pemeriksaan tidak ditemukan pelanggaran KEPPH yang dilakukan oleh Majelis Kasasi Perkara Nomor 1466/K/PID/2024, sehingga kasus dinyatakan ditutup,” kata Juru Bicara MA, Yanto, di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin, 18 November 2024.
Sekalipun begitu, setelah hasil tersebut diumumkan, KY menegaskan tetap menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang menangani perkara Ronald Tannur.
Hasilnya sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers pada hari ini di mana salah seorang hakim agung terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan diusulkan untuk dijatuhi Hukuman.
(ryn/gil)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA