Jakarta, CNN Indonesia —
Korps Tindak Pidana Penyuapan (Kortas Tipikor) Polri tengah menelusuri aset-aset milik Halim Kalla dan tersangka lainnya di kasus dugaan Penyuapan proyek pengadaan PLTU 1 Kalbar.
Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri Brigjen Totok Suharyanto mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut aliran dana Penyuapan itu.
“Masih proses untuk penelusuran. Betul (penelusuran) bersama PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan),” kata Totok kepada wartawan, Sabtu (11/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Totok menjelaskan lewat penelusuran aset ini penyidik Bahkan mendalami potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus Penyuapan itu. Termasuk kemungkinan pengembangan tersangka yang Membantu pencucian uang.
Oleh karenanya, kata Ia, penyidik masih melakukan pemeriksaan kepada beberapa saksi dan ahli. Setelahnya, baru Berniat dilakukan pemeriksaan kepada para tersangka yang masih belum ditahan.
“Masih agenda proses pemeriksaan tambahan untuk para saksi dan ahli untuk splitsing terhadap pemberkasan empat tersangka,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kortas Tipikor Polri menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan Penyuapan pembangunan PLTU 1 Kalbar periode 2008-2018. Keempat tersangka merupakan Fachmi Mochtar selaku Direktur PLN periode 2008-2009, Kepala Negara Direktur PT BRN Halim Kalla, RR selaku Dirut PT BRN dan HYL selaku Dirut PT Praba.
Fachmi Mochtar selaku Direktur PT BRN diduga melakukan pemufakatan jahat dengan tiga tersangka lainnya untuk memenangkan tender tersebut. Ia diduga meloloskan KSO BRN-Alton-OJSEC, Sekalipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis pembangunan PLTU tersebut.
Sampai sekarang berakhirnya masa kontrak KSO BRN maupun PT PI, proyek PLTU itu hanya bisa diselesaikan 57 persen. Proyek itu kemudian diberikan perpanjangan 10 kali Sampai sekarang 2018 Sekalipun Bahkan tidak selesai.
Data terakhir menyebutkan pembangunan PLTU 1 Kalbar hanya mencapai 85,56 persen. Tidak selesainya proses pembangunan, dengan alasan KSO BRN memiliki keterbatasan keuangan yang sedianya Sudah dibayarkan PLN sebesar Rp323 miliar dan USD62,4 juta.
[Gambas:Video CNN]
(tfq/dhf)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA