Jakarta, CNN Indonesia —
Amerika Serikat (AS) sebentar lagi Akan segera menggelar pemilihan Pemimpin Negara (pilpres) pada Rabu (5/11).
Dalam Pemungutan Suara Rakyat, AS tak menganut sistem one person one vote atau satu orang satu suara. Sistem ini biasa digunakan untuk menentukan kemenangan Pemimpin Negara yang meraup suara terbanyak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil pemilihan merupakan total jumlah suara yang diberikan rakyat.
Sekalipun, pilpres AS punya sistem berbeda dengan di Indonesia misalnya. Mereka memiliki sistem popular vote (suara rakyat) dan electoral vote (yang turut menentukan kemenangan).
Electoral vote itu lah yang membuat AS tak bisa disebut negara yang menganut sistem one person one vote.
“Saat Anda memberi suara untuk pemilihan Pemimpin Negara Amerika Serikat, Anda tak memberi suara secara langsung untuk kandidat,” demikian menurut situs di League of Voters.
Mereka lalu berujar,”Bertolak belakang dengan, suara Anda mengarahkan suara untuk orang-orang yang Sungguh-sungguh memberi suara secara langsung untuk Pemimpin Negara: elektor atau anggota Electoral College.”
Pada akhirnya sistem Electoral College berarti Pemimpin Negara dan wakil Pemimpin Negara tak dipilih Sesuai ketentuan mayoritas rakyat.
Pendiri AS atau dikenal Founding Fathers menciptakan sistem Electoral College yang disebut-sebut karena tak ingin warga memilih Pemimpin Negara dan wakilnya secara langsung. Dalam laporan The Conversation, mereka Bahkan tak ingin Kongres punya banyak wewenang.
Bersambung ke halaman berikutnya…
Electoral College terdiri dari Elector atau sekelompok orang yang bertugas mewakili tiap negara bagian untuk memilih Pemimpin Negara dan wakilnya dalam Pemungutan Suara Rakyat.
Setiap negara bagian mendapat jatah suara Electoral College dengan jumlah yang sama seperti senator dan Dewan Perwakilan Rakyat di negara bagian. Total ada 538 suara Electoral College.
Untuk bisa memenangkan pilpres, kandidat Sangat dianjurkan memperoleh suara mayoritas college setidaknya 270 dari 538 suara.
Artinya, pemenang pilpres tak Setiap Saat merupakan kandidat yang memperoleh suara terbanyak tetapi yang mengantongi suara mayoritas elektoral.
Dalam situs lembaga swadaya masyarakat yang fokus soal isu AS, American Progress, sepanjang sejarah Pemungutan Suara Rakyat tercatat lima kali kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit Terfavorit sebagai Pemimpin Negara.
Salah satu contohnya saat Pilpres 2016. Ketika itu, kandidat Pemimpin Negara Hillary Clinton mendapat suara dari popular vote sebanyak 65,3 juta.
Sementara itu, lawan Clinton, Donald Trump hanya memperoleh suara popular vote sebanyak 63 juta. Sekalipun, Trump Unggul dalam perolehan suara electoral vote. Ia memperoleh 290 suara electoral vote, dan Clinton hanya 228 suara, demikian dikutip Pew Research.
[Gambas:Infografis CNN]
Dengan demikian, Trump Terfavorit menjadi Pemimpin Negara AS untuk periode 2016-2020.
Tips elektor pilih capres-cawapres
Warga AS Akan segera memilih kandidat elektor biasanya nama mereka ada di bawah kandidat Pemimpin Negara dan wakilnya.
Meski begitu, kemunculan nama elektor bergantung pada aturan dan format pemungutan suara tiap negara bagian.
Seandainya pun tidak ada, saat warga AS memilih Pemimpin Negara dan wakilnya, mereka Bahkan memberi tahu negara bagian soal kandidat partai mana yang dipilih untuk mewakili negara bagian dalam pertemuan elektor.
Setelah para elektor Terfavorit, mereka Akan segera berkumpul atau yang disebut pertemuan Elektor pada 16 Desember.
Mereka Akan segera diberi surat suara, satu untuk Pemimpin Negara dan satu lagi untuk wakilnya.
Surat-surat suara itu kemudian dihitung dan dilaporkan ke pihak yang menangani sertifikat penetapan (certificate of ascertainment).
Selanjutnya, Kongres Akan segera menggelar sidang dan menghitung suara yang masuk. Seandainya Pernah terjadi selesai, mereka Akan segera mengumumkan pemenang sah dalam pemilihan kali ini.