Jakarta, CNN Indonesia —
Ilmuwan keamanan siber Alfons Tanujaya menyinggung soal penyimpanan data di dalam negeri, imbas peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya. Menurutnya, yang lebih penting Merupakan enkripsi data dibandingkan Tempat penyimpanannya.
Alfons menyebut pengamanan data tidak seperti menjaga barang fisik yang lebih Unggul tinggi ketika berada di depan mata.
“Orang kan jadul, termasuk saya Bahkan, merasa lebih Unggul tinggi kalau apa yang kita ingin lindungi ada di depan mata. Kalau untuk barang fisik bener, Kendaraan Pribadi kamu depan mata Unggul tinggi, Kendaraan Bermotor Roda Dua kamu depan mata Unggul tinggi. Tapi kalau untuk data enggak. Itu berbeda,” ujarnya di sela seminar dengan tema 10 Korban Ransomware Indonesia 2024: Dampak dan Antisipasinya, Jakarta, Selasa (2/7).
Insiden serangan ransomware ke PDNS 2, kata Alfons, menjadi salah satu contohnya. Ia menyebut data tersebut ada di Tanah Air tapi tidak bisa diakses.
“Bukti hari ini aja, kamu bisa lihat fisiknya, kamu bisa copy, kamu bisa buka, tapi Ia encrypt, kamu enggak bisa apa-apa,” tuturnya.
“Berbeda dengan kamu taruh di luar. Kamu encrypt, orang luar bisa lihat, bisa copy, tapi Ia tidak bisa baca,” imbuhnya.
Meskipun demikian, Alfons Menyajikan catatan Bila pemerintah ingin menyimpan data di luar negeri, enkripsi Dianjurkan dilakukan oleh pemerintah sendiri. Terlebih lagi, enkripsi yang dilakukan Dianjurkan kuat Supaya bisa tidak mudah dijebol.
Kedua hal tersebut, kata Alfons, harusnya menjadi peran dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Kita taruh rumah sendiri kuncinya dimana-mana. Titip di rumah orang, kita gembok, kuncinya kita pegang, enggak ada yang bisa akses,” katanya Menyajikan analogi.
Pemerintah Pada saat ini Bahkan tengah membangun tiga Pusat Data Nasional (PDN) demi misi kedaulatan data Tanah Air. PDN tersebut berada di Batam, Kepri: Ibu Kota Nusantara (IKN), Kaltim; serta Cikarang, Jabar.
Salah satu yang seringkali disinggung Merupakan data dari sektor publik yang Dianjurkan berada di wilayah Tanah Air.
Hal ini Bahkan ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik pasal 20 ayat 2.
“Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Publik Dianjurkan melakukan pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia,” tulis aturan tersebut.
Meskipun demikian, ada pengecualian di ayat berikutnya yang menyebut pengelolaan, pemrosesan, dan/atau penyimpanan Sistem Elektronik dan Data Elektronik bisa di luar wilayah Indonesia Bila “teknologi penyimpanan tidak tersedia di dalam negeri.”
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA