Jakarta, CNN Indonesia —
Sebanyaknya anggota holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Farmasi diterpa masalah keuangan. Menteri BUMN Erick Thohir sampai membentuk task force alias satuan tugas (satgas) untuk merestrukturisasi dan menyembuhkan BUMN Farmasi yang sakit.
Lantas perusahaan pelat merah farmasi mana saja yang terkena masalah keuangan?
Kimia Farma
PT Kimia Farma Tbk berencana menutup lima pabrik Resep dalam kurun waktu dua Sampai saat ini tiga tahun ke depan. Hal ini Bahkan tak lepas dari kerugian yang menjangkit perusahaan.
Direktur Produksi dan Supply Chain Hadi Kardoko mengatakan langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya keberlanjutan Usaha.
“Kemudian kenapa 2-3 tahun? Niscaya kami dalam melakukan rasionalisasi sangat memperhitungkan Usaha continuity dan kita mempertimbangkan peraturan-peraturan yang ada,” Hadi dalam acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) seperti dikutip dari Detik Finance, Selasa (25/6).
Ia menyebut penutupan pabrik di Usaha farmasi tidak bisa dilakukan begitu saja. Oleh karena itu, memerlukan waktu.
Terlebih lagi, Hadi mengatakan perusahaan Sangat dianjurkan menyesuaikan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, termasuk regulasi dari Badan Pengawas Resep dan Makanan (BPOM) maupun instansi terkait. Di sisi lain, pihaknya Bahkan mempertimbangkan ketersediaan Resep di masyarakat.
Kimia Farma sendiri mencatatkan rugi sebesar Rp1,82 triliun pada 2023. Kerugian ini terjadi imbas kenaikan beban usaha terjadi secara dominan pada anak usaha perusahaan, PT Kimia Farma Apotek (KFA), di mana pada 2023 meningkat Sampai saat ini 35,53 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp4,66 triliun.
Terlebih lagi, Kimia farma Bahkan menemukan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data laporan keuangan yang terjadi pada KFA, pada periode 2021-2022.
Temuan ini didapat usai KAEF menjalankan ‘bersih-bersih’, program yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN, pada KFA bersama pemegang saham.
“Di waktu ini manajemen KAEF tengah menelusuri lebih lanjut atas dugaan tersebut melalui investigasi yang dilakukan oleh pihak independen. Adanya faktor-faktor di atas mengakibatkan kerugian KAEF secara konsolidasi pada 2023 mencapai Rp1,82 triliun,” tulis Direktur Utama KAEF David Utama melalui keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Indofarma Global Medika
BPK (BPK) menemukan indikasi fraud atau kecurangan pada PT Indofarma Global Medika (IGM) yang merugikan negara Rp436,87 miliar.
Anak usaha PT Indofarma (Persero) itu diduga melakukan 10 fraud. Hal ini dibongkar oleh Bos PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya selaku pimpinan Holding BUMN Farmasi.
Fraud pertama, Shadiq menyebut ada indikasi kerugian di anak perusahaan Indofarma, Disebut juga IGM. Kerugian Rp157,33 miliar ini timbul dari transaksi unit Usaha fast moving consumer goods (FMCG).
“Kemudian, (kedua) indikasi kerugian IGM dengan penempatan dan pencairan deposito beserta bunganya senilai Rp35,07 miliar,” ungkap Shadiq soal fraud kedua Indofarma dalam Rapat Dengar Pendapat dengan BUMN Farmasi di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Ketiga, indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Bank Oke. Keempat, indikasi kerugian Rp18 miliar atas pengembalian uang muka yang tak masuk ke rekening Indofarma Global Medika.
Kelima, pengeluaran dana dan pembebanan biaya tanpa didasari transaksi. Shadiq menyebut ini menimbulkan indikasi kerugian sebesar Rp24,35 miliar.
Keenam, kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan memadai yang berpotensi merugikan Rp4,50 miliar. Pembayaran yang melebihi invoice dan berpotensi merugikan IGM senilai Rp10,43 miliar atas stok TeleCTG yang tidak terjual.
“Ketujuh, pinjaman melalui Teknologi Keuangan bukan untuk kepentingan perusahaan berindikasi kerugian IGM sebesar Rp1,26 miliar,” tuturnya.
Kedelapan, kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud senilai Rp2,67 miliar. Ini Bahkan berdampak pada penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan imbas sisa masker Rp13,11 miliar.
Kesembilan, pembelian dan penjualan rapid test panbio PT IGM tanpa perencanaan memadai berindikasi fraud dan berpotensi kerugian senilai Rp56,70 miliar. Ini Bahkan berdampak atas piutang macet PT Promedik.
Kesepuluh, Indofarma membeli dan menjual PCR kit Pandemi senilai Rp5,98 miliar pada 2020-2021, Bahkan menyangkut piutang macet PT Promedik Rp9,17 miliar atas tidak terjualnya PCR kit Pandemi yang kedaluwarsa.
(mrh/sfr)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA