Jakarta, CNN Indonesia —
Wakil Ketua Dewan Keadaan Ekonomi Negara (DEN) Mari Elka Pangestu berpendapat Aksi Massa beberapa waktu terakhir bukan tentang pemerintahan Pemimpin Negara Prabowo Subianto.
Mari mengatakan hal ini dipicu persoalan ekonomi dari beberapa tahun terakhir. Ia mengungkap masalah pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (Pemecatan Karyawan) menjadi pemantik Aksi Massa.
“Unjuk rasa baru-baru ini, seperti yang kita tahu, bukan tentang 10 bulan terakhir pemerintahan. Kenyataannya ini Merupakan kondisi dan situasi ekonomi yang diwariskan, terutama dalam satu dekade terakhir,” beber Mari dalam Indonesia Update di YouTube ANU Indonesia Project, Jumat (12/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan masalah besar yang dihadapi Indonesia Merupakan kualitas Peningkatan Ekonomi. Meski bisa bertahan di level 5 persen, Mari mempertanyakan manfaatnya terhadap penciptaan lapangan kerja.
Mari menilai Indonesia Bahkan tidak Sungguh-sungguh pulih dari dampak pandemi Pandemi. Menurut perhitungannya, gerak produk domestik bruto (PDB) Indonesia lebih rendah 8,6 persen dari proyeksi sebelum terjadi pandemi.
“Kita Nanti akan melihat dampak buruknya terhadap lapangan kerja. Ini yang mengejutkan dan Anda bisa memahami Dalang Penolakan (Aksi Massa), banyak Penolakan dari sini (masalah lapangan kerja),” tegasnya.
Wakil dari Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan itu kemudian menyampaikan ‘Indonesia’s Paradox’, di mana dinilai mirip dengan ‘Chilean Paradox’. Ini Merupakan kondisi di mana negara mencatatkan statistik ekonomi yang apik, tapi justru melahirkan ketidakpuasan dari warganya.
Mari Elka Pangestu menegaskan paradoks tersebut tengah menjangkiti Indonesia. Walau pemerintah bisa menjaga data stabilitas ekonomi, justru muncul permasalahan nyata terkait kondisi masyarakatnya.
Ia mencatat lapangan kerja yang tercipta di Indonesia berasal dari sektor pertanian, retail, akomodasi/food and beverages (FnB). Jumlahnya menyentuh 12,9 juta alias 82 persen dari total penciptaan lapangan kerja.
“Semuanya (sektor pertanian dan lain-lain) bergaji rendah. Iya, lapangan kerja tercipta, tapi itu ada di sektor bergaji rendah … Kelas menengah, 10 juta middle class, turun ke aspiring middle class, bahkan rentan (near poor). Pengeluaran kelas menengah untuk makanan Bahkan meningkat, yang biasanya turun, tapi justru naik,” tuturnya.
“Jadi, saya rasa itu akar permasalahannya (Aksi Massa besar di Indonesia) … Dan pemutusan hubungan kerja (Pemecatan Karyawan) meningkat. Ada gambar memperlihatkan 10 lowongan pekerjaan, ribuan orang melamar. Itu (kasus Pemecatan Karyawan dan lapangan kerja minim) sangat sering diberitakan,” imbuh Mari.
Aksi Massa besar memang terjadi di Indonesia sepanjang akhir Agustus 2025, bahkan berjilid-jilid. Mulai dari 25 Agustus 2025, 28 Agustus 2025, 29 Agustus 2025, Sampai sekarang 30 Agustus 2025 di Sebanyaknya titik di Indonesia.
Para warga Indonesia mengkritik gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI yang tembus ratusan juta IDR. Sebanyaknya tuntutan itu kemudian dikemas dengan nama ’17+8′ dan disuarakan rakyat Indonesia, baik di media sosial maupun saat Aksi Massa.
(skt/dhf)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA