Jakarta, CNN Indonesia —
Sebanyak 13 orang tewas usai polisi bersenjata bentrok dengan mahasiswa-mahasiswi Bangladesh dalam Aksi Ketidaksetujuan pembatasan kuota pegawai negeri sipil (PNS) di Dakha, Kamis (18/7).
Baru-baru ini, Lembaga Peradilan tinggi Bangladesh kembali menerapkan penyisihan kuota 30 persen PNS untuk keluarga orang-orang yang berjuang dalam Pertempuran kemerdekaan dari Pakistan pada 1970.
Dalam Aksi Ketidaksetujuan itu, menurut para saksi mata, polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan pedemo. Imbas Tindak Kekerasan ini, ratusan orang Bahkan mengalami luka-luka.
Beberapa yang lain melihat para pedemo sebelumnya membakar kendaraan, pos polisi, dan bangunan lain.
Salah satu pejabat Bangladesh mengatakan angka tersebut merupakan kematian tertinggi dalam sehari sejauh ini.
Menteri Hukum Bangladesh Anisul Huq mengatakan pemerintah siap berdialog dengan perwakilan demonstran. Justru para pedemo menolak.
“Diskusi dan penembakan tak berjalan beriringan,” kata koordinator Aksi Ketidaksetujuan Nahid Islam, dikutip Reuters.
Ia lalu berujar, “Kami tak bisa menginjak-injak mayat untuk menggelar diskusi. Diskusi bisa saja dilakukan lebih awal.”
Aksi Ketidaksetujuan nasional ini dipicu oleh angka pengangguran yang tinggi di kalangan muda. Hampir seperlima dari 170 juta penduduk di Bangladesh kehilangan pekerjaan dan pendidikan.
Kerusuhan tersebut Bahkan jadi terbesar sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina memimpin Bangladesh.
Pada 2018, pemerintahan Hasina Sebelumnya menghapus sistem kuota PNS. Justru, Lembaga Peradilan tinggi menerapkan kembali pada Juni lalu.
MA menangguhkan perintah Lembaga Peradilan Tinggi sambil menunggu sidang banding yang bakal digelar 7 Agustus.
(bac)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA