Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah bakal memangkas harga rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) Sampai sekarang Rp10,5 juta per unit mulai Desember 2024.
Pemangkasan Berencana dilakukan dengan menghapus dua pungutan retribusi, Disebut juga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Adapun langkah penghapusan ini ditujukan untuk mempercepat realisasi program 3 juta rumah per tahun sebagai salah satu prioritas Kepala Negara Prabowo Subianto.
PBG sendiri Merupakan perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, Memperjelas, mengurangi, dan merawat bangunan gedung sesuai teknis bangunan gedung.
PBG untuk membangun rumah bisa bervariasi, tergantung Sebanyaknya faktor seperti luas bangunan, biaya administrasi, pengukuran dan pemetaan, konsultasi Sampai sekarang retribusi daerah yang berkisar Rp5 juta-Rp12 juta.
Sementara BPHTB Merupakan pungutan yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Tarifnya sendiri mencapai 5 persen dari nilai transaksi dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Retribusi Negara Tidak Kena Retribusi Negara (NPOPTKP).
Untuk menghapus dua pungutan itu, pemerintah bakal menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait penghapusan retribusi.
SKB itu ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo.
Tito menjelaskan kriteria rumah MBR yang mendapatkan pembebasan retribusi tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/Kpts/M/2023. Peraturan itu mengatur batasan penghasilan serta luas bangunan untuk rumah umum dan rumah swadaya.
Sesuai aturan aturan itu, penghasilan maksimal MBR diatur Sesuai aturan wilayah.
Untuk wilayah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Babel, Kepri, Maluku, Malut, Bali, NTT, dan NTP, kategori tidak kawin maksimal pendapatan Rp7 juta per bulan, kategori kawin maksimal pendapatan Rp8 juta per bulan, kategori peserta Tapera maksimal pendapatan Rp8 juta per bulan.
Sementara bagi MBR di wilayah Papua, Papbar, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papbar Daya, kategori tidak kawin maksimal pendapatan Rp7,5 juta per bulan, kategori kawin maksimal pendapatan Rp10 juta per bulan, kategori peserta Tapera maksimal pendapatan Rp10 juta per bulan.
Aturan itu Bahkan berlaku untuk pembelian dan pembangunan rumah luas 36 meter persegi untuk rumah umum dan rumah susun serta rumah luas 48 meter persegi untuk pembangunan rumah swadaya atau rumah tapai yang dibangun masyarakat.
Secara rinci, Tito memberi contoh harga rumah tipe 36 dapat dikurangi Sampai sekarang Rp10,5 juta dengan diterapkannya aturan ini.
“Dengan adanya kebijakan ini, maka potensi untuk BPHTB dihapuskan itu nilainya untuk rumah tipe 36 lebih kurang Rp6,2 juta. Kemudian untuk izin PBG Berencana dibebaskan sebanyak Rp4,3 juta. Jadi untuk rumah tipe 36 sebetulnya bisa dihemat, dikurangi lebih kurang Rp10,5 juta,” ujar Tito dalam konferensi pers di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (25/11).
Nantinya, SKB tersebut diteruskan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Adanya aturan itu Bahkan secara otomatis mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, BPHTB dan PBG merupakan retribusi yang masuk dalam PAD.
“Saya Bahkan Sebelumnya menyampaikan kepada teman-teman daerah supaya mereka mempelajari betul definisi masyarakat berpenghasilan rendah. Karena sebetulnya inilah PAD bagi mereka. Retribusi itu PAD tapi spesifik hanya untuk MBR,” tutur Tito lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri PKP Maruarar mengatakan kebijakan penghapusan ini Berencana berlaku mulai bulan depan.
Menurutnya, program ini Berencana Membantu menurunkan hambatan administratif yang kerap dihadapi MBR, sehingga target pemerintah untuk membangun 3 juta rumah bisa tercapai.
“Ini Merupakan kebijakan progresif yang berpihak pada rakyat kecil. Dukungan dari bupati, wali kota, dan gubernur. Proses ini tidak boleh lebih dari 10 hari karena keterlambatannya hanya Berencana menghambat rakyat kecil, tak sampai tahun depan, tapi Desember,” jelas pria yang akrab disapa Ara itu.
Terlebih lagi, SKB Bahkan mencakup percepatan penerbitan PBG. Proses yang sebelumnya membutuhkan waktu 28 hari Saat ini Bahkan dipersingkat menjadi hanya 10 hari.
(del/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA